JAKARTA, - Pengamat
politik dari Poltracking Institute Hanta Yudha AR menilai potensi perpecahan di
Partai Golkar akan semakin meluas jika partai berlambang beringin itu tidak
mengatasi pertentangan antar-faksi yang ada di tubuh partai. Pertentangan
antar-faksi, menurut Hanta, memang sudah menjadi bagian dari perjalanan Partai
Golkar sejak era reformasi dimulai.
Untuk saat ini, Hanta
memaparkan, setidaknya ada tiga faksi yang masih eksis di Golkar. Faksi pertama
adalah faksi struktural pimpinan Aburizal Bakrie yang memang Ketua Umum Partai
Golkar.
Sedangkan di luar
struktural, masih ada dua faksi lain, yang menariknya pernah bersaing untuk
menjadi ketua umum Partai Golkar pada 2004 silam. Dua faksi itu adalah faksi
semi struktural pimpinan Akbar Tandjung yang juga Ketua Dewan Pertimbangan
Partai Golkar dan faksi kultural pimpinan mantan ketua umum Jusuf Kalla.
Apabila ketiga faksi
tidak bisa disatukan, Hanta memperkirakan Golkar akan kehilangan
"gigi" pada pelaksanaan pemilihan presiden dan legislatif yang
dilaksanakan secara serentak pada 2019 mendatang.
"Untuk mencegah
perpecahan itu, maka pelaksanaan munas yang diterima semua faksi akan menjadi
ring tinju arena pertarungan yang sebenarnya," kata Hanta di Jakarta,
Sabtu (29/11/2014).
Hanta melanjutkan, Partai
Golkar memang beberapa kali mengalami perpecahan yang kemudian melahirkan
partai baru. Dalam pemilihan legislatif 2014 misalnya, tercatat ada tiga partai
peserta pemilu yang lahir dari 'rahim' Partai Golkar. Partai tersebut adalah
Partai Nasdem, Partai Gerindra dan Partai Hanura.
Jika dihitung sejak era
reformasi, maka akan lebih banyak lagi partai yang terbilang lahir dari Partai
Golkar. Misalnya saja Partai Kedaulatan dan Persatuan Indonesia (PKPI) pimpinan
Edi Sudrajat, Partai MKGR pimpinan Mien Sugandhi, dan Partai Karya Peduli
Bangsa yang bahkan mendeklarasikan putri Presiden Soeharto, Siti Hardijanti
Rukmana atau Mbak Tutut, sebagai calon presiden. [KOMPAS.com]